Jumat, 26 Agustus 2011

Apa Saja yang Dilakukan Saat I'tikaf?

Apa Saja yang Dilakukan Saat I'tikaf?


Apa Saja yang Dilakukan Saat I'tikaf?


Assalamu'alaikum wr. wb.

Pak Ustadz yang baik, ada beberapa pertanyaan seputar I'tikaf:

Sebenarnya apa sih yang dilakukan orang saat I'tikaf, bolehkah hanya
diam saja?
Apakah I'tikaf harus selalu di masjid dan harus punya wudlu?
Apakah sebelum melakukan I'tikaf harus berniat dulu, bagaimana niatnya?
Apakah benar kita dianjurkan I'tikaf pada 10 malam terakhir bulan
Ramadhan, apa dalilnya?
Mohon penjelasannya.

Jazakallohu khoiron katsiron.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Heri Setyadi

Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktuh,

1. Kata i'tikaf berasal dari 'akafa alaihi', artinya senantiasa atau
berkemauan kuat untuk menetapi sesuatu atau setia kepada sesuatu. Secara
harfiah kata i'tikaf berarti tinggal di suatu tempat, sedangkan
syar'iyah kata i'tikaf berarti tinggal di masjid untuk beberapa hari,
teristimewa sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Selama hari-hari itu, seorang yang melakukan i'tikaf (mu'takif)
mengasingkan diri dari segala urusan duniawi dan menggantinya dengan
kesibukan ibadat dan zikir kepada Allah dengan sepenuh hati. Dengan
i'tikaf seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kita berserah diri
kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada-Nya, dan
bersimpuh di hadapan pintu anugerah dan rahmat-Nya.

Yang dilakukan pada saat i'tikaf pada hakikatnya adalah taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah. Makna taqrrub adalah mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan beragam rangkaian ibadah. Di antaranya:

A. Shalat

Baik shalat wajib secara berjamaah atau punshalat sunnah, baik yang
dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Misalnya shalat tarawih,
shalat malam (qiyamullail), shalat witir, shalat sunnah sebelum shalat
shubuh, shalat Dhuha', shalat sunnah rawatib (qabliyah dan ba'diyah) dan
lainnya.

B. Zikir

Semua bentuk zikir sangat dianjurkan untuk dibaca pada saat i'tikaf.
Namun lebih diutamakan zikir yang lafaznya dari Al-Quran atau
diriwayatkan dari sunnah Rasulullah SAW secara shahih. Jenis lafadznya
sangat banyak dan beragam, tetapi tidak ada ketentuan harus disusun
secara baku dan seragam. Juga tidak harus dibatasi jumlah hitungannya.

C. Membaca ayat Al-Quran

Membaca Al-Quran (tilawah) sangat dianjurkan saat sedang beri'tikaf.
Terutama bila dibaca dengan tajwid yang benar serta dengan tartil.

D. Belajar Al-Quran

Bila seseorang belum terlalu pandai membaca Al-Quran, maka akan lebih
utama bila kesempatan beri'tikaf itu juga digunakan untuk belajar
membaca Al-Quran, memperbaiki kualitas bacaan dengan sebaik-baiknya.
Agar ketika membaca Al-Quran nanti, ada peningkatan.

E. Belajar Memahami Isi Al-Quran

Selain pentingnya membaca Al-Quran dengan berkualitas, maka meningkatkan
pemahaman atas setiap ayat yang dibaca juga tidak kalah pentingnya.
Sebab Al-Quran adalah pedoman hidup kita yang secara khusus diturunkan
dari langit. Tidak lain tujuannya agar mengarahkan kita ke jalan yang
benar. Apalah artinya kita membaca Al-Quran, kalau kita justru tidak
paham makna ayat yang kita baca.

Tentunya belajar baca dan memahami ayat Al-Quran membutuhkan guru yang
ahli di bidangnya. Tanpa guru, sulit bisa dicapai tujuan itu.

F. Berdoa

Berdoa adalah meminta kepada Allah atas apa yang kita inginkan, baik
yang terkait dengan kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat. Dan
aktifitas meminta kepada Allah bukanlah kesalahan, bahkan bagian dari
pendekatan kita kepada Allah. Allah SWT senang dengan hamba-Nya yang
meminta kepada-Nya. Meski tidak langsung dikabulkan, tetapi karena
meminta itu adalah ibadah, maka tetaplah meminta.

Semakin banyak kita meminta, maka semakin banyak pula pahala yang Allah
berikan. Dan bila dikabulkan, tentu saja menjadi kebahagiaan tersendiri.

Dan meminta kepada Allah (berdoa) sangat dianjurkan untuk dilakukan di
dalam berik'tikaf.

Namun dari semua kegiatan di atas, bukan berarti seorang yang beri'tikaf
tidak boleh melakukan apapun kecuali itu. Dia boleh makan di malam hari,
dia juga boleh isterirahat, tidur, berbicara, mandi, buang air, bahkan
boleh hanya diam saja. Sebab makna i'tikaf memang diam. Tetapi bukan
berarti diam saja sepanjang waktu i'tikaf.

Adapun yang terlarang dilakukan saat i'tikaf adalah bercumbu dengan
isteri hingga sampai jima'. Sedangkan yang dimakruhkan adalah berbicara
yang semata-mata hanya masalah kemegahan dan kesibukan keduniaan saja,
yang tidak membawa manfaat secara ukhrawi.

Bicara masalah dagang, tentu boleh bila terkait dengan bagaimana dagang
yang sesuai syariat. Sebab syariat itu tentu bukan hanya bicara hal-hal
di akhirat saja, tetapi tercakup luas semua masalah keduniaan.

Sunnat bagi orang yang sedang i'tikaf tidak boleh menengok yang sakit,
jangan menyaksikan jenazah, tidak boleh menyentuh perempuan dan jangan
bercumbu, dan jangan keluar (dari masjid) untuk satu keperluan kecuali
dalam perkara yang tidak boleh tidak, dan tidak ada i'tikaf melainkan di
masjid kami." (HR Abu Dawud).

2. I'tikaf tidak sah dilakukan kecuali di masjid. Ini adalah hal yang
kebenarannya telah menjadi kesepakatan semua ulama. Sesuai dengan firman
Allah SWT:

Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah,
maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (QS Al-Baqarah:
187)

Sedangkan masalah wudhu, bukan merupakan syarat. Namun sebagian ulama
mewajibkan seseorang berwudhu' bila masuk masjid. Sebagian lain tidak
mewajibkan tapi hanya menyunnahkan.

3. Niat adalah syarat sah semua ibadah. Tanpa niat, semua ibadah tidak
sah.

Tetapi niat itu bukan lafadz yang diucapkan, melainkan sesuatu yang
ditetapkan di dalam hati. Lafadz niat hanya sekedar menguatkan, bahkan
hukumnya diperdebatkan para ulama. Sebagian menganjurkannya, tetapi
sebagian lain malah melarangnya.

Jadi niatkan saja di dalam hati bahwa anda akan melakukan i'tikaf, maka
sah sudah niat anda.

4. Benar, 'itikaf itu hukumnya sunnah untuk dilakukan di 10 hari
terakhir bulan Ramadhan. Dalilnya adalah perbuatan nabi SAW yang telah
melakukannya, bahkan tiap tahun tanpa meninggalkannya sekalipun.
Sehingga ada sebagian ulama yang nyaris hampir mewajibkannya. Namun
hukumnya tidak wajib, tetapi sunnah yang sangat dianjurkan.

Adapun dalilnya adalah:

Dari Aisyah Ra. ia berkata, "Rasulullah SAW melakukan i'tikaf pada
sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sampai saat ia dipanggil Allah
Azza wa Jalla." (HR Bukhari dan Muslim).

Dan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, "Rasulullah SAW melakukan i'tikaf
pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim).

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

*************************************************