Rabu, 05 Desember 2012

Seribu Rupiah dan Seratus Ribu Rupiah

Pernahkah anda membayangkan bagaimana uang seribu dan seratus ribu? Jika anda disuruh untuk memilih, pasti anda akan memilih uang seratus ribu, Benar bukan? Namun, dibalik nilai nominal uang tersebut tersirat suatu kisah. Berikut kisahnya. Pertama kali keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu sama-sama bagus, berkilau, bersih, harum dan menarik. Namun tiga bulan setelah keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu bertemu kembali di dompet seseorang dalam kondisi yang berbeda. Uang seratus ribu berkata pada uang seribu :”Ya, ampiiiuunnnn. ………..darimana saja kamu, kawan? Baru tiga bulan kita berpisah, kok kamu udah lusuh banget? Kumal, kotor, lecet dan…… bau! Padahal waktu kita sama-sama keluar dari PERURI, kita sama-sama keren kan …… Ada apa denganmu?” Uang seribu menatap uang seratus ribu yang masih keren dengan perasaan nelangsa. Sambil mengenang perjalanannya, uang seribu berkata : “Ya, beginilah nasibku , kawan. Sejak kita keluar dari PERURI, hanya tiga hari saya berada di dompet yang bersih dan bagus. Hari berikutnya saya sudah pindah ke dompet tukang sayur yang kumal. Dari dompet tukang sayur, saya beralih ke kantong plastik tukang ayam. Plastiknya basah, penuh dengan darah dan kotoran ayam. Besoknya lagi, aku dilempar ke plastik seorang pengamen, dari pengamen sebentar aku nyaman di laci tukang warteg.

Sabtu, 27 Oktober 2012

inilah-penyebab-sering-ngantukan-di-kelas-atau-di-kantor

Walaupun malamnya sudah tidur cukup, bukan berarti lantas siang hari jadi kebal terhadap kantuk. Mengantuk di siang hari bukan hanya disebabkan oleh karena kecapekan atau kurang tidur, namun juga karena faktor lain yang luput dari perhatian. Ilmuwan di Amerika Serikat baru saja menemukan bahwa kadar karbondioksida yang tinggi dapat mempengaruhi konsentrasi dan pengambilan keputusan. Penghasil utama karbondioksida di dalam ruangan adalah manusia. Jika kadarnya berlebihan, akibatnya akan mengganggu konsentrasi dan mudah mengantuk.

Minggu, 21 Oktober 2012

Pertanyaan Berulang Seputar Khilafah

1. Benarkah tidak ada dalil tentang kewajiban Khilafah ? Kewajiban adanya Khilafah telah disepakati oleh seluruh ulama dari seluruh mazhab. Tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang tidak teranggap perkataannya (laa yu’taddu bihi). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah, Bab Al Imamah Al Kubro, Juz 6 hlm. 163). Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah Juz 6 hlm. 164 : أجمعت الأمّة على وجوب عقد الإمامة ، وعلى أنّ الأمّة يجب عليها الانقياد لإمامٍ عادلٍ ، يقيم فيهم أحكام اللّه ، ويسوسهم بأحكام الشّريعة الّتي أتى بها رسول اللّه صلى الله عليه وسلم ولم يخرج عن هذا الإجماع من يعتدّ بخلافه “Umat Islam telah sepakat mengenai wajibnya akad Imamah [Khilafah], juga telah sepakat bahwa umat wajib mentaati seorang Imam [Khalifah] yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum Syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada yang keluar dari kesepakatan ini, orang yang teranggap perkataannya saat berbeda pendapat.” Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) menyebutkan, ”Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini – sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin- adalah perkara yang pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.” (Abdul Qadim Zallum, Nizhamul Hukm fi Al Islam, hlm. 34) Kewajiban Khilafah ini bukan hanya pendapat Hizbut Tahrir, tapi pendapat seluruh ulama. Imam Ibnu Hazm menyebutkan bahwa, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah]…” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78) Khusus dalam lingkup empat mazhab Ahlus Sunnah, Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyebutkan,”Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad] rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78) Para ulama menerangkan bahwa dalil-dalil kewajiban Khilafah ada 4 (empat), yaitu : Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qaidah Syar’iyyah. Dalil Al Qur`an, antara lain firman Allah SWT : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ “Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-NYa, dan Ulil Amri di antara kamu.” (QS An-Nisaa`: 59) Wajhul Istidlal (cara penarikan kesimpulan dari dalil) dari ayat ini adalah, ayat ini telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati Ulil Amri di antara mereka, yaitu para Imam (Khalifah). Perintah untuk mentaati Ulil Amri ini adalah dalil wajibnya mengangkat Ulil Amri, sebab tak mungkin Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mentaati sesuatu yang tidak ada. Dengan kata lain, perintah mentaati Ulil Amri ini berarti perintah mengangkat Ulil Amri. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang Imam (Khalifah) bagi umat Islam adalah wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji, Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.) Dalil Al Qur`an lainnya, adalah firman Allah SWT : فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ “Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS Al Maidah : 48) Wajhul Istidlal dari ayat ini adalah, bahwa Allah telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk memberikan keputusan hukum di antara kaum muslimin dengan apa yang diturunkan Allah (Syariah Islam). Kaidah ushul fiqih menetapkan bahwa perintah kepada Rasulullah SAW hakikatnya adalah perintah kepada kaum muslimin, selama tidak dalil yang mengkhususkan perintah itu kepada Rasulullah SAW saja. Dalam hal ini tak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya kepada Rasulullah SAW, maka berarti perintah tersebut berlaku untuk kaum muslimin seluruhnya hingga Hari Kiamat nanti. Perintah untuk menegakkan Syatiah Islam tidak akan sempurna kecuali dengan adanya seorang Imam (Khalifah).